Benteng Ujung
Pandang atau yang lebih dikenal sekarang sebagai Fort Rotterdam merupakan salah
satu objek wisata sejarah unggulan kota Makassar. Benteng ini dibangun pertama
kali oleh Raja Gowa X Imarigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga
Ulaweng pada tahun 1545 yang kemudian dianeksasi oleh Belanda yang
menjadikannya sebagai pusat pemerintahan, militer dan administrasi Belanda di
bawah Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Cornelis Janszoon Speelman (1681-1684).
Dari sinilah benteng Ujung Pandang berubah nama menjadi Benteng Rotterdam,
sesuai dengan kota kelahiran speelman, aktor genosida 40.000 warga Sulawesi Selatan.
Struktur bangunan
Benteng Ujung Pandang ini awalnya terbuat dari tanah liat, yang kemudian atas
inovasi Sultan Alauddin, Raja Gowa XIV, bahan tersebut digantikan oleh batu
padas yang bersumber dari pegunungan karst yang ada di Kabupaten Maros.
Beberapa
orang menyebut benteng ini sebagai benteng Pannyua, karena bangunan benteng
yang berbentuk seekor penyu. Bentuk ini memiliki nilai filosofis tersendiri
bagi laskar kerajaan Gowa yang memiliki semangat tempur seperti penyu, yang
bisa Berjaya di darat maupun di laut (air). Layaknya Seperti hewan penyu yang
hidup di laut dan berkembang biak di daratan.
Benteng yang
berbatasan langsung dengan pesisir pantai losari ini, kemudian direbut oleh
pihak Belanda dan dijadikan pusat pemerintahan gubernur Hindia Belanda di
kawasan Sulawesi. Hal itu ditandai dengan Perjanjian Bongaya (18 November 1667),
yang ditandatangani oleh Pihak Belanda (VOC), Kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa
yang menjadi pihak kalah pada perebutan wilayah dan perdagangan di kawasan Makassar.
Sejak saat itu pula bangunan di dalam benteng dihancurkan oleh Speelman
digantikan menjadi bangunan baru dengan arsitektur kental Belanda.
Di benteng
ini pula, tokoh revolusioner dan pahlawan nasional Indonesia, Pangeran Diponegoro
ditahan oleh Belanda akibat kelicikannya dalam perundingan damai. Ruang tersebut
berukuran sedang dengan dinding kokoh yang memiliki pintu melengkung yang
rendah. Sehingga jika memasuki ruang tahanan ini, pengujung harus tunduk untuk
memasukinya. Ruangan tersebut juga sangat gelap, meskipun demikian, terdapat
tempat tidur dan sajadah buat shalat bagi sang Pangeran. Setelah penahanannya,
beliau wafat di tempat itu dan dimakamkan di kawasan sebelah utara benteng yang
saat ini beralamat, Jalan Sultan Diponegoro.
Selain sel
tahanan Sultan, pengunjung saat ini masih bisa menikmati hampir seluruh
bangunan utuh dari Benteng Rotterdam. Dimana di dalamnya terdapat bekas Gereja
tua dan bangunan lain yang beralih fungsi menjadi Museum La Galigo dibawah kendali
UPTD Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar.
Untuk menjangkau
kawasan ini, dari bandara, anda bisa melewati jalan tol, atau menggunakan
angkutan umum, menuju pantai losari. Dari pantai losari, anda hanya perlu
berjalan sekitar 15 menit ke arah utara, mengikuti arah lalulintas. Di sekitar
benteng ini, terdapat pusat Jajanan dan oleh-oleh khas Makassar, yakni di jalan
somba opu. Dan beberapa hotel ternama seperti Makassar Golden Hotel, Pantai
Gapura Hotel, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu jika anda berkunjung di
Benteng Rotterdam, jangan lewatkan mengunjungi tempat lain di kawasan ini
sebagai destinasi wisata anda di Makassar.
Salam dari duta
pariwisata…