Takabonerate
expedition is comeback. Setelah sukses menggelar kegiatan serupa tahun lalu, di
tahun 2012 ini, pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menggelar kegiatan yang
bertajik Takabonerate Island Expedition 2012. Kegiatan di dalamnya sangat
banyak yang bertujuan untuk mengexplore lebih jauh seputar takabonerate. Marine
eventnya sendiri digelar pada tanggal 19-21 November 2012 dengan acara sebagai
berikut:
1.Fun Diving
2.International Fishing Competition
3.Underwater photography competition
4.Cultural performance
5.Blog Competition
6.Beach Clean Action
7.Duck Catching Competition
selain program Takabonerate Islands Expedition, ada juga Taka Bonerate Festival (TBF) 2012 yang digelar oleh Balai Taman Nasional Takabonerate. Kegiatan itu juga digelar demi mensukseskan program pemerintah ini. Acaranyapun sangat menarik seperti Transplantasi Karang, Lomba Perahu Hias, Balap Perahu Sampan, Lomba Volley Pantai, dll. Kegiatan ini akan digelar pada tanggal 20-23 November 2012.
So tunggu
apalagi luangkan libur anda di takabonerate dan rasakan keindahan alam bawah
laut Taman Nasional Takabonerate.
Salam Pariwisata…! Sekarang ini kita sudah berada di penghujung bulan oktober di tahun 2012. Dimana beberapa bulan lagi kita mendapatkan libur panjang untuk anak sekolah dan libur natal dan tahun baru. Dengan segala kepenatan lingkungan kerja, ada baiknya anda melakukan ativitas wisata untuk mengurangi dan menghilangkan beban kerja selama ini. Makassar, sebagai pintu gerbang kawasan timur Indonesia yang menjadi center point of Indonesia menyajikan sarana wisata yang dapat anda nikmati. Menjanjikan keramahan dan kenikmatan wisata yang beda dari destinasi wisata lain. Terlebih ketika destinasi wisata lain seperi bali dan Lombok sangat dipadati wisatawan lokal maupun mancanegara, ada baiknya menikmati hari libur anda di Makassar, Great expectation. Well, bagi anda yang memilih untuk berwisata sehari dimakassar, di bawah ini beberapa tempat yang disarankan untuk dikunjungi. - Sarapan Bubur Ayam dan bubur kacang merah, ada yang enak di jalan Andi Mappanyukki, di samping wisma Kalla. Harga terjangkau 8 ribu perporsi. - Anda bisa melanjutkan langsung ke Benteng Somba Opu, peninggalan kerajaan Gowa, perbatasan dengan kabupaten Gowa dan kota Makassar. Anda dapat menikmati pemandangan mini south Sulawesi, lengkap dengan rumah-rumah adat, kebun binatang, flying fox, dll - Petualangan anda lanjutkan ke Trans Studio disana anda dapat menikmati 22 alat bermain yang tergabung dalam 4 wahana, ajak anak anda ke sana, dijamin hari anda menyenangkan. - Selepas berpetualang, anda baiknya mencicipi menu makan siang, Konro Bakar yang nikmat dan mengggugah rasa di jalan Ratulangi samping Bank Syariah Mandiri. Atau mencoba Coto Makassar yang nikmat. - Setelah berpetualang, perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi wisata sejarah yaitu Benteng Rotterdam, benteng yang masih utuh ini menyajikan tidak hanya benteng bangunannya, melainkan pusaka dari berbagai kerajaan di Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Museum La Galigo. Kalau di hari sabtu, anda dapat menyaksikan pertujukan tari tradisional. - Perjalanan dilanjutkan ke Pelabuhan Paotere, pelabuhan tradisional dengan pemandangan ratusan perahu tradisional bersandar di bibir dermaga. Anda bisa berfoto dengan bebas dengan biaya 5 ribu rupiah. - Anda bisa berkunjung ke Makam Raja-Raja Tallo, sebuah kerajaan kembaran dari Gowa. Disana anda bisa merasakan kejayaan kerajaan Gowa dan Tallo.
- sejam sebelum sunset, anda bisa berburu cinderamata yang unik khas makassar, ada songkok to bone, miniatur perahu phinisi, tongkonan dan gantungan kunci. serta kain tradisional yang sarat akan kekayaan tenun bugis makassar. - Perjalanan kemudian berakhir di Pantai Losari, dengan menikmati sunset yang indah dengan segelas Kopi Toraja, dipadu dengan manisnya Pisang Ijo dingin atau Pisang Epe merupakan pengalaman luar biasa menghabiskan liburan anda di Makassar.
- Malamnya anda bisa dinner dengan keluarga di rumah makan Lae-lae, Dinar atau Paotere. ditempat itu anda merasakan segar dan gurih pedasnya ikan bakar Makassar yang tiada tara. disajikan dengan berbagai olahan ikan, digoreng, presto, bakar, yang dijamin anda harus berkipas-kipas setelah menikmatinya. Inilah saran dari kami sebelum anda menikmati indahnya Makassar, jangan lupa pula membawa kamera sehingga dapat membingkai pengalaman, dan obat-obatan sehingga selalu aman dalam perjalanan. Kami tunggu anda di tanah angin mamiri, Makassar great expectation..
"......Tak perlulah aku keliling dunia, Biarkan ku di sini Tak perlulah aku keliling dunia, Karna ku tak mau jauh darimu..." lirik Tak Perlu Keliling Dunia by Gita Gutawa
Lirik diatas membuat
penulis tersenyum dan bahagia seketika juga...!!! Sangatlah indah dan
tentu saja menggambarkan tentang akan indahnya Indonesia, sehingga boleh
dikatakan Indonesia ibarat sebuah dunia tersendiri di bumi tercinta.
apapun yang anda cari diberbagai belahan dunia lainnya dapat anda
temukan di Indonesia, setiap daerah memiliki potensi dan kekayaan yang
berbeda-beda, baik itu alam, wisata budaya dan juga kesenian yang ada.
Apa lagi yang kurang?
Pertanyaanya...!
Mengapa kita tidak bersyukur...?! Menggangap negara lain lebih dari
negara kita! Saya yakin anda yang membaca tulisan ini dan juga saya
tentunya, pasti bersyukur. Kemudian apa yang harus kita lakukan. Nah
ibarat wanita cantik yang anggun dan juga berbudi beserta segala
kelebihannya. Indonesia harus kita cintai, mari kita cintai Indonesia.
Berhubung penulis dari Sulawesi-Selatan, maka penulis akan bercerita
beberapa aspek tentang Pariwisata dan Kebudayaan Sulawesi-Selatan yang
saya dapatkan di daerah ini, serta ide dan gagasan, maupun apa yang
telah ada yang bisa tetap di lanjutkan kedepannya dalam tulisan "Potensi, Peluang dan Pengembangan Pariwisata di Sulawesi Selatan" untuk mendukung Visit South Sulawesi 2012.
Ok, kalau begitu sebelumnya mari berkenalan dengan Sulawesi-Selatan terlebih dulu. berdasarkan data dari wikipedia. Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia dengan ber-ibu-kotakan Makassar dan dahulu disebut Ujung Pandang. jumlah penduduk di Sulawesi Selatan terdaftar sebanyak 8.032.551(data BPS 2010), wah sama nih jumlah penduduk dengan negara lain...!!!
Lihat Peta Lebih Besar
Setiap suku dan lokasi yang ditinggali unik dan berbeda dan ini tentu
saja menyimpan potensi pariwisata yang ada dan tentu saja tetap
melestarikan apa yang ada.
Wisatawan sendiri terbagi atas dua kategori wisatawan domestik dan
mancanegara. Dan untuk jenis wisata sendiri ada banyak jenisnya: wisata
alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata desa, wisata kuliner,
olahraga, dan tentu saja wisata kerjinan(handicraft)
Oleh karena itu, untuk mengembang kan potensi pariwisata, serta merebut
peluang, tentunya ada strategi yang harus dilakukan oleh kita. Dari
pikiran penulis serta ide yang ada antara lain:
Mempromosikan budaya melalui musik dan tari
Tentu saja yang harus ditonjolkan adalah khas alat musik tradisional
Sulawesi-Selatan itu sendiri, alat musik Sul-Sel banyak macamnya,
diantaranya adalah: Alosu: alat musik yang berupa kotak anyaman daun kelapa yang didalamnya berisi biji-bijian yang akan menghasilkan bunyi. Anak Becing: alat musik yang terbuat dari batam logam, alat musik ini berbentuk seperti dayung. Basi-Basi: alat musik trompet yang dipasang rangkap. Popondi: alat musik berbentuk kayu seperti busur, bnetuknya
seperti tanduk kerbau yang tertumpu pada sebuah tempurung kelapa, dan
dimainkan dengan cara dipetik. Keso-keso: alat musik dari toroja dimainkan dengna cara digesek. Lembong: alat musik sejenis seruling panjangnya sekira 50-100 cm
dan memiliki garis tengah 2 cm dan dan diujung terdapat tanduk kerbau
yang bentuknya menyerupai cerobong dan dapat ditemukan di tanah toraja.
namun, scera umum alat musik yang ada di Sul Sel dapat dibedakan dalam
emapat jenis, yang bersal dari sumber bunyinya: kulit yang dibentangkan(membranofon), udara(aerofon), dari alat itu sendiri(idiofon), berasal dari dawai atau senar dibentangkan(kordofon).
Dan tentu saja berbagai alat musik dari empat suku bangsa yang ada di
Sulawesi Selatan dapat dimanfaatkan sebagai media promosi dan penyebaran
pesan budaya.
Berbagai Jenis Alat Musik Traditional di Sulawesi-Selatan
Kuliner tradisional
Makanan ataupun kuliner dari Sulawesi Selatan beraneka ragam, banyak
diantaranya sangat dikenali dan terkenal antara lain: Coto Makassar, Kue
tori, Pallu Butung, Pisang ijo, Sop Saudara ataupun Konro, dan beraneka
ragam seafood.
Rasa yang kuat dan bercita rasa merupakan suatu yang khas bisa anda
dapatkan di makanan traditional yang ada di Sulwesi Selatan sehingga
akan mudah terekam di lidah anda. seperti kata artis Ibu kota berjilbab,
Elma Theana yang berkunjung ke Makassar dalam Femme Exhibition, 5
April lalu. "Kalau saya ke Makassar yang paling pertama saya cari itu
makanan masakan tradisional, yaitu seafoodnya ." seru Elma Theana
bersemangat.
Jajanan Tradisonal di Festival Kuliner Sulawesi-Selatan 2012
Wisata bahari yang masih tertidur.
Masyarakat Sulawesi Selatan dikenal dengan masyarakat bahari dan bahari
atau kelautan Sulawesi Selatan sangat potensi untuk wisata pesiar,
sangat besar potensi yang ada disitu. Ibarat raksasa yang masih tertidur
dimimpinya, ia belum dibangunkan untuk mencapai mimpi tersebut, ia
hanya sesekali tersadar dan tidur kembali. Sejak dari dulu terkenal
dengan Kapal Phinisinya. ini yang menarik tentunya dan masih banyak
pulau-pulau tak berpenghuni yang bisa dikembangkan menjadi potensi
wisata, misalnya island camp.
Kegiatan MICE(Meeting, Incentive, Conference and Exhibition) sebagai industri baru pariwisata
Sebaiknya, pengembangan pariwisata kini bukan hanya berfokus pada
mempertahankan budaya lokal serta bangunan bersejarah. Tetapi tetap
harus melibatkan diri pada perkembangan industri pariwisata itu juga.
kegiatan MICE atau yang lebih dikenal dengan meeting, incentive, conference, dan exhibition
merupakan suatu bisnis yang berkembang sangat pesat di Indonesia saat
ini. sebagai bagian dari industri pariwisata saat ini MICE sangat
menjanjikan, karena bisnis pariwisata merupakan bisnis dengan high-quality dan high yeald yang memberikan kontribusi tinggi secara ekonomi terutama negara berkembang seperti indonesia.
dan tentu saja MICE ini harus juga didukung oleh pemerintah dan pelaku
industri pariwisata dengan menyiapakan berbagai fasilitas yang lengkap.
berbicara tentang kunjugan wisata sebaiknya kita jangan terlelu banyak
berharap di sektor kunjungan wisata ke objek pariwisata saja tetap harus
mengoptimalkan potensi dibidang MICE.
Baru-baru ini di Makassar dilaksanakan International Woman Exhibition
Femme di hotel Clarion dari tanggal 4 hingga 8 April, dan sebagaimana
diberitakan oleh media Fajar koran,
yang tentu saja memberikan kontribusi positif pada perkembangan
pariwisata di kota Makassar dan Sulawesi Selatan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Femme International Woman Exhibition(foto:Mudrikan)
Pagelaran busana muslim berbahan dasar sutra Sul-Sel @Femme(foto:Mudrikan)
Salah satu hal yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan menggali
potensi wisatawan yang ada di daerah lain yang berdekatan dengan Sul
Sel ataupun warga daerah lain yang memiliki kedekatan emosional dengan
Sulawesi Selatan misalnya; Kalimantan, Papua, ataupun Malaysia.
Seperti yang baru-baru saja dilaksanakan di Balikpapan Kalimantan Timur dalam Makassar Direct Sale 2012 and Art Performance pada tanggal 7 hingga 8 April ini yang banyak disambut positif disana.
Penulis bersama gadis-gadis Kalimantan(foto:mudrikan)
Kerjasama antara pemerintah dan industri pariwisata(foto;mudrikan)
Silaturahmi yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan peningkatan kunjungan pariwisata(foto:mudrikan)
Tari Padduppa sebagai tari penyambutan, mengambarkan masyarakat Sul Sel yang ramah(foto:mudrikan)
Makassar Direct Sale 2012 @Balikpapan, Kalimantan Timur
Tosora, sejarah dan kini tanah kelahiran sutra Sulawesi(mempertahankan tradisi)
Salah satu cara untuk memperkuat identitas kepariwisataan adalah
memeprthankan tradisi dan kebiasaan lama yang ada. salah satu pengalaman
dan penilitian penulis adalah tentang sutra asli Sulawesi Selatan di
kabupaten Sengkang(Wajo) tepatnya di Desa Tosora.
Tosora merupakan desa tertua disana dan penuh dengan sejarah serta
bangun peninggalan masa lalu juga memberikan kontribusi penyebaran Islam
di Sulawesi Selatan dan desa ini terkenal akan sutranya, dimana hingga
saat ini kain sutra disana masih dekerjakan dengan cara traditioanl yang
sangat rumit dan membutuhkan waktu lama, dan para pekerja telah
mempelajari dan mewariskan dan diwariskan secara turun temurun untuk
keahlian menenun ini, walaupun di desa tersebut juga dapat ditemukan
alat tenun yang lebih canggih tetapi tidak mengunakan mesin. Dan hal ini
tentu saja bisa dijadikan sebagai destinasi wisata yang unik dan
sebaiknya dikemas dengan menarik.
Dan berikut beberapa dokumentasi penulis:
Keahlian yang diwariskan turun-temurun(foto:mudrikan)
Membentangkan benang sutra dengan proses yang rumit dan membutuhkan waktu lama(Foto: mudrikan)
Pengerjaan sarung sutra dengan mengunakan alat sederhana, dilakukan sehari-hari dibawah kolom rumah (foto: mudrikan)
Mesin tenun yang lebih canggih dengan mengunakan tenaga manusia (Foto: Mudrikan)
Media sebagai sarana efektif promosi pariwisata dan kebudayaan
Media adalah sarana yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan, dari
pesan tersebut dapat mempengaruhi dan juga mengarahkan sikap serta
pilahan audiens untuk mengambil keputusan.
Disektor pariwisata media juga dapat digunakan sebagai sarana yang
efektif. baik itu mengunakan media konvensional(cetak, koran, radio dan
televisi) ataupun media baru(internet, sosial media--facebook, twitter,
youtube ataupun plurk--,dan IT).
misalnya saja mempromosikan pariwisata melalui laman website berupa blog dalam lomba blog seperti pasa southsulawesitourism.com
Semua orang Sulawesi-Selatan adalah Duta Pariwisata dan Kebudayaan
Untuk mepromosikan wisata dan potensi yang ada bukan hanya tugas
pemerintah dan pelaku disektor wisata yang punya peranan, tetapi
disetiap tempat, warga setempatlah yang paling punya peranan penting.
termasuk dengan melakukan penunjukan ambassador pariwisata dan
kebudayaan, kalau di Jakarta dikenal Abang None, di Makassar dan
Sulawesi Selatan sendiri dikenal Dara-Daeng dan Duta Pariwisata. ada
yang menarik terkait ambassador ini yang ditulis di blog oleh Imran yang juga merupakan Daeng Sulawesi Selatan dengan judul Pemuda Sul Sel Wajib Jadi Duta Pariwisata.
Ambassador ini jangan hanya dijadikan sebagai ikon atau pajangan saja,
tetapi harus dicari sosok yang betul-betul inovatif dan kreatif sehingga
peranan mereka harus dioptimalkan sebagai ujung tombak kepariwisataan
sebagaimana diberitakan oleh koran Tribun Timur Makassar.
namun yang paling penting, setiap warga adalah duta yang baik untuk
pariwisata yang ada di daerah tersebut, termasuk warga Sulawesi Selatan
dan pengunjung yang menginjakkan kaki di Makassar.
Pemilihan Dara-Daeng Sulawesi-Selatan 2012(2/4), Sebagai Instrumen Promosi Pariwisata Daerah(foto: Mudrikan)
Nah.
sebagai penutup tulisan ini dan sebagai bentuk mempertahankan budaya
yang ada saya ingin memberikan pantun, selamat menikmati :-),
hehehe....!!!
Pantun
"Sulawesi Selatan Berbudaya Propinsi Pariwisata dan Kebudayaan, Jangan Mengaku Orang Indonesia Kalau Belum Ke Sulawesi Selatan"
by : Mudrikan Nacong
Sebuah poster besar baru-baru ini dipajang pemerintah untuk
memberikan informasi kepada rakyat atas pencapaian Sulawesi Selatan.
Salah satunya adalah mengenai masuknya Sulawesi Selatan sebagai 10 besar
daerah dengan perkembangan pariwisata tercepat. Pengguna lalu lintas
seperti saya menjadi berbangga karena dengan berbagai keindahan yang
kita miliki, akhirnya masuk juga dalam sebuah penghargaan, ini menjadi
berita besar bagi Makassar dan Sulawesi Selatan sebagai pintu gerbang
Kawasan Timur Indonesia yang kini mulai membangun.
Tapi pencapaian itu tentunya bukan menjadikan kita menutup mata dan
telinga dalam menjaga peningkatan pengembangan pariwisata di Sulawesi
selatan tetap berjalan. Karena pekerjaan seperti ini bukanlah perkara
satu tahun saja, melainkan sebuah pekerjaan berkesinambungan dalam
sebuah proses yang saling berkaitan. Saat ini boleh jadi kita berbangga
karena meraih penghargaan tersebut, tapi yang menjadi pertanyaan, apakah
hal itu masih terjadi dalam 10 tahun kedepan? Kalau misalnya tidak ada
program jangka panjang pemerintah untuk membenahi dan menjaga
infrastrukturnya.
Sebuah slogan tentunya belum menjadi indikasi kita harus berhenti
untuk membangun, tetapi perlu upaya keras, kreatif, dan teliti dalam
menjaga warisan alam dan budaya yang sangat tinggi nilainya. Kalau kita
jalan-jalan ke Tana Toraja misalnya, maka wisatawan akan terkesima
dengan keindahan alam, budaya dan rumah adat yang dimiikinya. Akan
tetapi mereka hanya terhenti pada objek tersebut. Padahal kebutuhan
wisatawan kini sangat beragam. Seperti halnya kebutuhan akan sarana
seperti toilet yang bersih, keamanan, pemandangan tanpa sampah dan
penataan yang bagus masih menjadi kebutuhan yang utama dalam berwisata.
Tapi semuanya itu belum didapatkan di sekitar objek wisata. Di kete
kesu misalnya, belum ada toilet bersih bagi wisatawan, yang kiranya
dirancang lebih alami dengan nuansa toraja yang kuat sehingga wisatawan
tidak perlu kembali ke hotel lagi hanya untuk buang air kecil. Hal itu
dijumpai juga di berbagai objek wisata se antero Sulawesi Selatan,
selain karena tidak ada pembangunan, juga kalaupun ada, warga sekitar
belum menyadari arti pentingnya toilet bagi wisatawan sehingga kalau
dibangun di semester pertama, belum genap berganti tahun coretan dan
disfungsi toilet akan segera ditemui. Kerusakan terjadi di mana-mana
oleh karena ulah dari masyarakat yang masih kurang sadar. Sehingga
wisatawan dari negara seperti Jepang dan Singapura yang sangat
memperhatikan kebersihan akan memberikan catatan buram akan kondisi
objek wisata yang kita miliki. Sarana berupa toilet bersih adalah satu
contoh fasilitas yang harusnya memadai. Bebas dari sampah, jalan yang
bagus, penataan toko-toko souvernir, tersedianya transportasi yang
nyaman juga menjadi catatan dari problematika pariwisata kita. Sebuah
hal kecil memang, tapi berdampak besar bagi kunjungan wisatawan ke
daerah kita.
Kete Kesu, salah satu objek Wisata di Toraja Utara, masih perlu mendapatkan pengembangan
Setelah kebersihan, hal yang menjadi catatan penting pariwisata
Sulawesi Selatan adalah keamanan. Demonstrasi yang anarkis memang
menjadi momok yang menakutkan bagi wisatawan, karena tak ada satupun
wisatawan yang berharap untuk terkena lemparan batu dari massa yang
saling melempar. Lagipula Makassar dan sekitarnya sudah terkenal dengan
image anarkis dan tawuran. Sebuah ‘pencapaian’ yang tidak boleh
ditingkatkan karena yang mendapat image buruk adalah seluruh warga dan
daerah Sulawesi selatan. Dalam sebuah interaksi dengan warga Jakarta
misalnya, hal pertama yang dipertanyakan adalah “Makassar memang anarkis
yah?apakah itu sudah menjadi budaya?amankah berkunjung ke Makassar?”
Sebuah pertanyaan yang ujungnya mengarah kepada ketidak percayaan dari
aktivitas yang tidak kita kerjakan. Dari keamanan berdampak pada
pariwisata Sulawesi Selatan. Berbagai kunjungan akibat peristiwa
demonstrasi pun terus berdatangan. Informasi yang didapatkan, kabarnya
Sultan Trengganu yang berencana mengunjungi Sulawesi Selatan pada
tanggal 4 April 2012 membatalkan kunjungannya karena faktor keamanan
Makassar yang tidak kondusif.
Padahal dalam kunjungan sebuah rombongan kenegaraan seperti itu
merupakan pendapatan bagi daerah kita. Penjual souvenir akan mendapat
calon pembeli baru. Bisnis warung makan dan catering mendapatkan
tambahan order, juga bagi pengelola sanggar seni bisa dipastikan
mendapat tempat untuk menghibur mereka semua. Interaksi dan perputaran
ekonomi terjadi di sini. Dan karena kemanan yang tidak kondusif,
semuanya lenyap dan tidak terjadi. Sebuah kesempatan yang hilang begitu
saja. Akan tetapi terlepas dari pro dan kontra demonstrasi, saya masih
setuju ekspresi demokrasi dari mahasiswa dapat terus berjalan sepanjang
tidak ada tindak pengrusakan fasilitas apalagi jika menghilangkan nyawa
seseorang atas nama perubahan. Sebuah pelanggaran hak asasi manusia yang
tidak boleh dibiarkan.
Berhubungan dengan demonstrasi sudah lewat dan kenaikan BBM diundur
hingga enam bulan kedepan, aktivitas pariwisata kita harus tetap
berjalan. Saat ini, program yang belum mendapat sentuhan maksimal adalah
dari sisi promosi wisata media online. Saat ini kalau kita browsing di
internet, terutama di Youtube, belum ada kita dapatkan iklan pariwisata
berdurasi 2 menit yang memperkenalkan Sulawesi Selatan. Padahal daerah
lain seperti Lombok dan Banda Aceh sudah memiliki iklan pariwisata yang
sangat bagus. Program Visit Lombok 2012 sudah memiliki iklan berdurasi 1
menit 1 detik yang ‘menghipnotis’ kita untuk harus berkunjung kesana.
Dan apakah kita terkendala dan membiarkan begitu saja?tentunya tidak.
karena kita memiliki segudang sarjana yang memiliki kemampuan untuk
mengerjakan proyek ini dengan hasil yang didapatkan juga berdampak besar
pada jumlah wisatawan. Iklan tersebut kiranya dapat diputar di bandara,
televisi nasional, di youtube dan berbagai fasilitas lain yang menarik
perhatian orang banyak. Sehingga kita tidak perlu menghabiskan uang
banyak ke Amerika Serikat misalnya hanya untuk menggaet warga sana,
karena dari internet mereka bisa mengakses potensi dan keindahan
Sulawesi selatan.
Sehingga di abad virtual ini dengan semakin banyaknya pengguna
internet yang berjumlah sebanyak 239 juta pengguna di dunia ini,
harusnya membuat kita lebih kreatif dalam membangun pariwisata kita.
Karena dari arah yang tidak terduga, wisatawan akan datang mengunjungi
tempat kita. Sepanjang kita tidak mengecewakan mereka yang sudah datang
jauh-jauh tetapi mendapatkan hal yang berkebalikan dari promosinya. Yah,
seperti yang saya katakan tadi. Bukan pekerjaan mudah dan singkat
memang. Oleh karena itu dari sini, kita bisa menyadari pentingnya
pariwisata sebagai andalan dari provinsi kita. Kerja pemerintah tidak
akan bermakna jika tidak ada dukungan moril dan materil dari
masyarakatnya. Oleh karena itu mari kita membangun pariwisata untuk
kehidupan yang lebih baik. Satu slogan yang bermakna dalam pengembangan
pariwisata kita adalah jangan pernah merusak jika tidak bisa
memperbaiki.
Dewasa ini isu lingkungan menjadi isu global yang hangat
diperbincangkan seluruh negara. Di abad 21 ini bumi semakin tua saja dan
terpuruk akibat ulah manusia dengan pembangunan fisik layaknya jamur di
musim hujan. Jakarta, ibu kota negara telah menjadi hutan beton dan
gedung-gedung bertingkat dengan perbandingan taman kota yang tidak
ideal. Salah satu akibat yaitu banjir lima tahunan terus terjadi dan
mengorbankan masyarakat luas. Sedangkan Kalimantan sebagai paru-paru
dunia, rumah berbagai ribuan satwa liar, kini sudah disulap menjadi
taman kelapa sawit dan tambang yang tidak mengindahkan kelestarian
lingkungan karena menghilangkan separuh dari total hutan yang dimiliki.
Melihat kondisi ini, Sulawesi Selatan sebagai pintu gerbang Kawasan
Timur Indonesia dengan pembangunan yang signifikan harus melihat potensi
bencana yang akan terjadi. Karena pembangunan yang tidak seimbang
dengan pelestarian lingkungan akan berdampak serius pada munculnya
berbagai masalah baik itu banjir tahunan, kekeringan jangka panjang,
meningkatnya suhu, juga cuaca yang tidak menentu. Salah satu pembangunan
yang signifikan di Sulawesi selatan adalah munculnya berbagai
gedung-gedung tinggi dengan penggunaan energi tak terbarukan yang besar.
Untuk keuntungan komersial, maka hal tersebut menjanjikan berbagai
pihak, namun keuntungan dari sektor lingkungan menjadi sangat minim.
Objek wisata pun kini semakin beragam diramaikan dengan mall-mall dan
hiburan yang tidak lagi alami.
Sebenarnya bukan hal salah memang dengan adanya pembangunan tersebut,
sepanjang masih ada kepedulian dari pemerintah dan masyarakat untuk
menjaga lingkungan yang diwujudkan kebijakan dan tindakan.
Menyeimbangkan pembangunan dengan daerah resapan dan taman hijau sekitar
30 % dari luas kota menjadi salah satu kebijakan yang berorientasi
lingkungan. Selain itu ada juga konsep pembangunan di sektor pariwisata
berwawasan lingkungan, yaitu ecotourism atau ekowisata. Hal inilah yang
bisa diaplikasikan dan dipikirkan dalam pembangunan pariwisata di
Sulawesi Selatan kedepan dengan melihat semakin tipisnya daerah hutan
dan objek yang masih alami. Juga untuk melihat sejauh mana konsep ini
diaplikasikan dalam pengembangan pariwisata Sulawesi Selatan.
Sejarah Ekowisata
Ecoutourism atau ekowisata sudah lama menjadi pegangan dalam
perbincangan global. Pada tahun 1987, rumusan ekowisata pertama kali
ditemukan oleh Hector Ceballos-Lascurain yang mendefinisikan ekowisata
sebagai berikut: “Ecoutourism can be defined as tourism that consist in travelling to
relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the
specific objectives of studying, admiring and enjoying the scereny and
its wild plants and animals, as well as any existing cultural
manifestations (both past and present) found in the areas.”
Atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut:
Ekowisata adalah perjalanan ke tempat-tempat alami yang relative masih
belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk
mempelajari, mengagumi dan menikmari pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan
satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada,
baik dari masa lampau maupun masa kini”. Definisi ini menjadi pegangan
dan panduan dalam diskusi ekowisata di seluruh dunia yang kemudian
disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada tahun 1990 sebagai berikut:
“Ecotorism is responsible travel to natural areas which conserved the environment and improves the welfare of local people”.
Sedangkan menurut Fenell (1999) mendefinisikan ekowisata sebagai bentuk
berkelanjutan berbasis sumberdaya alam pariwisata yang berfokus pada
pengalaman dan pembenlajaran tentang alam dan yang berdampak etis
rendah, non konsumtif dan berorientasi lokal. Ekowisatapun diatur dalam
Undang-Undang Lingkungan Nomor 4 Tahun 1982 (diakses melalui situs ini )dengan tujuan pengembangan untuk:
1. Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan
hidup sebagai pembagian pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
2. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana.
3. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup.
4. Terlaksananya pembangunan yang berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.
5. Terlindunginya negara dari dampak kegiatan di luar wilayah negara
yang dapat menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Jika melihat objek wisata yang kita miliki sekarang, konsep ekowisata
sudah mulai dilirik meskipun belum maksimal dalam tahap
implementasinya. Untuk melihat konsep ini diaplikasikan adalah dengan
menilai pengembangan objek wisatanya. Salah satunya adalah berupa taman
nasional dimana di dalamnya terdapat beberapa objek wisata. Meskipun
kita memiliki dua taman nasional yaitu Bantimurung Bulusaraung dan
Takabonerate, tetapi menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk terus
menjaga kelestariannya. Eksistensi aneka satwa di dalamnya menjadi
sangat penting. Seperti kita ketahui bahwa Bantimurung memiliki 256 spesies kupu-kupu bantimurung, kuskus beruang (Ailurops Ursinus) dan primanta terkecil di dunia Tarsius Spectrum. Kera hitam (Dare, nama ilmiah Macaca Maura).
Jika melintasi deretan pegunungan karst yang indah itu, sesekali
pengendara mobil disajikan pemandangan melintasnya kera hitam sulawesi.
Dulu, kejadian itu sangat sering ditemui. Akan tetapi akhir-akhir ini,
penampakan dari kera ini sudah jarang ditemui, sehingga menjadi tugas
dari masyarakat dan pemerintah untuk menjaga objek wisata alam tersebut.
Kehilangan ciri dari sebuah objek menjadi pertanda hilangnya
keistimewaan dari objek tersebut. Takabonerate
pun seperti itu. Keindahan taman lautnya menjadi harta yang tak
ternilai harganya. Memiliki atol karang terbesar ketiga di dunia,
Berbagai spesies langka dari ikan dan terumbu karang menjadi nilai jual
yang sangat penting. Dimana terdapat sekitar 261 jenis terumbu karang
dari 17 famili dan 295 jenis ikan karang yang bernilai ekonomis tinggi.
Selain itu kejernihan air dan intensitas pencemaran yang masih kurang
boleh jadi membuat kita masih berbangga. Tapi apakah keindahan dan
kelestarian biota laut masih eksis berapa tahun lagi jika tidak ada
pembangunan berkelanjutan berbasis pada konservasi daerah objek wisata.
Salah satu indikator dari terlaksananya konsep ekowisata adalah
adanya penyadaran dan kerjasama dengan masyarakat untuk menjaga objek
wisata untuk tetap alami. Baik dalam bentuk sosialisasi, workshop atau
pelatihan. Dengan tujuan memberi pemahaman akan arti penting
keberlangsungan objek wisata untuk persiapan masa depan. Saat ini belum
ada informasi akurat mengenai ada tidaknya sosialisasi yang dilaksanakan
pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat kepada masyakat akan
ekowisata ini. sehingga perlu kiranya pemerintah untuk merancang program
kerja untuk tidak menggunakan sianida, misalnya, pada kegiatan
penangkapan ikan di kepulauan Kabupaten Selayar.
Ketika sosialisasi dan pelaksanaan sudah berjalan, pemerintah
seharusnya tetap memikirkan upaya nyata dalam mendatangkan wisatawan.
Proses ekowisata bisa terjadi jika adanya kedatangan wisatawan ke tempat
wisata. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai adalah salah
satu kunci keberhasilan dari pengelolaan objek wisata. Ketika objek
wisata kita masih alami, bukan berarti bahwa tidak ada sama sekali
pembangunan didalamnya. Aksesibilitas, aktivitas, amenitas, fasilitas
dan akomodasi merupakan cakupan yang harus dimiliki dari sebuah objek
wisata.
Kalau kita berjalan ke taman nasional Takabonerate misalnya,
transportasi yang layak menjadi sarana yang wajib tersedia. Dermaga,
toilet dan sistem telekomunikasi yang baik menjadi keharusan. Aktivitas
warga harus ada sehingga sebuah kebudayaan hasil cipta manusia menjadi
sajian paket wisata. Karena keberlanjutan disini diartikan sebagai upaya
koservasi,
baik itu konservasi berupa perlindungan terhadap ekologi, tetapi juga
adanya koservasi budaya yang bertujuan untuk menjaga produk budaya
(tarian, system adat, musik tradisional, cerita rakyat, dll) agar tidak
hilang yang berujung pada peningkatan ekonomi yang berkelanjutan.
Sehingga dengan melihat kondisi dua taman nasional ini dimana
terdapat berbagai objek wisata di dalamnya, masih perlu upaya dari
pemerintah, masyarakat dan NGO untuk terus membangun objek dengan
prinsip ekowisata demi keberlanjutan alam dan budaya kita. Dengan
harapan beberapa tahun kedepan kelestarian itu tetap terjaga hingga
generasi berikutnya. Karena ketika kerusakan terjadi, perlu upaya yang
jauh lebih besar dan waktu bertahun-tahun untuk mengembalikan keaslian
dari objek wisata ini. kedua objek ini baru dua dari sekian banyak objek
wisata yang kita miliki, sehingga bukan menjadi tanggung jawab
pemerintah saja untuk merawat dan mengembangkannya, tetapi partisipasi
masyarakat menjadi kunci keberhasilan. Toh yang tinggal dan mendiami
serta merasakan keuntungan adalah masyakarat sendiri. Oleh karena itu,
kekayaan yang kita miliki sekarang adalah tanggung jawab kita yang harus
disikapi dengan tindakan yang bijaksana.
Masalah lingkungan akan tetap menjadi isu utama pada tahun 2012 ini. Karena dampak yang diberikan oleh aktornya terhadap kehidupan manusia dan kelangsungan ekosistem itu sendiri. Dan kerusakan lingkungan berdampak pada berbagai sektor kehidupan, termasuk pariwisata. Karena lingkungan yang rusak akan memberikan ancaman keamanan bagi wisatawan, keindahan dari objek tersebut yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat karena menurunnya jumlah wisatawan.
Hal itu terjadi pada tanjung bira, sebuah tujuan wisata terkemuka di sulawesi selatan dengan pasir putih yang indah serta panorama alam yang mempesona. Tanjung bira menyajikan keindahan alam yang memikat hati wisatawan lokal maupun mancanegara. Kunjunganku kali ini merupakan yang pertama dan harus menerima kenyataan pahit, banyak sekali sampah laut yang terhampar di sepanjang pantai pasir putihnya. Terdapat banyak sampah botol dan kaleng, sisa rumput, pohon, dan organisme laut yang mati menjadi sampah yang sangat tidak mengenakkan. Merupakan kesan pertama yang tidak menyenangkan di tempat tersebut, meski jalanan masuk yang asri sudah menjanjikan nuansa alam yang indah di pantai itu.
Kamipun menghampiri salah seorang yang berada di pangkal pantai yang merupakan petugas kebersihan dari pantai tanjung bira. Dan wawancarapun berlanjut mengenai kondisi tanjung bira yang kotor. Berdasarkan penuturannya bahwa sampah ini merupakan sampah kiriman dari pulau dan daerah seberang akibat terjadinya angin musim barat. Angin itu berhembus mengarah ke sisi pantai yang mengakibatkan sampah yang berada di tengah laut akan tersapu menuju tanjung bira. Bukan kerusakan lingkungan katanya. Tetapi yang namanya kebersihan merupakan tanggung jawab kita bersama dan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kemudian rumput laut dan karang2 yang hancur yang sedemikian banyak itu tidak mungkin terjadi kalau bukan ulah nelayan yang melakukan pengeboman. Suatu ciri dari masih terjadinya praktik menangkap ikan yang merusak.
Wawancarapun berlanjut, salah satu hal yang menyulitkan mereka karena jumlah tenaga kebersihan yang sangat kurang. Mereka hanya berjumlah 2 orang yang semuanya sudah berumur di atas setengah abad. Yang tidak mampu lagi berbuat maksimal dalam hal kebersihan. Kemudian upah pun tidak seberapa. Bahkan yang sangat parah adalah karena petugas kebersihan ini digaji oleh seorang pemerhati wisata asal daerah tersebut, bukan pemerintah. Sungguh ironis memang, ketika pemerintah menginginkan kotanya berkembang dan objek wisatanya dikenal dimancanegara tetapi tidak diimbangi dengan perawatan dan pembersihan yang maksimal. Yah begitulah jadinya kalau tidak ada perhatian yang cukup. Bahkan petugas kebersihanpun tidak ada. Ditambah lagi kesadaran dari penduduk sekitar yang kurang, karena hanya mereka berdua saja yang rela memungut dan membersihkan sampah di sekitar pantai.
Sungguh disayangkan memang, melihat potensi yang dimiliki daerah tersebut dibanding dengan kinerja pemerintah dan masyarakat sekitar. Padahal ada banyak cara yang bisa dilakukan. Duta pariwisata dara daeng bulukumba bisa mempromosikan dan mengangkat isu ini ke tengah masyarakat agar tidak menjadi pekerjaan tahunan yang berlalu begitu saja. Karena lingkungan yang kotor merupakan tanggung jawab bersama. Selain itu siswa SMA juga bisa diberdayakan dengan melakukan pembersihan pantai secara rutin (sadar wisata). Selain itu perlu juga slogan-slogan yang mengarahkan wisatawan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Dan koordinasi yang baik antara dinas pariwisata dan dinas kebersihan juga patut ditingkatkan mengingat pemerintah tetap menjadi aktor utama dalam pengelolaan kota dan objek wisatanya. Jadi hal kecil seperti ini perlunya diperhatikan selain promosi yang memakan banyak biaya.
Selain kebersihan, penataan objek wisata tanjung bira masih perlu mendapatkan perhatian yang serius. Terlebih pada penataan penjual yang berada di pangkal pantai. Pemasangan tiang-tiang, tenda yang semaunya sangat merusak pemandangan. Kayu-kayu dipasang sekenanya saja dan tidak tertata dengan rapi. Kayu-kayu yang hampir rapuh dibairkan begitu saja. Kayu gelondongan ‘diparkir’ begitu saja di tepi pantai. Sungguh tidak terkelola. Jadi sentuhan ‘art’nya sangat kurang. Belum lagi dengan jualan yang harus ditingkatkan seperti menunya. Makanannya harus bervariasi dan kalau bisa mencerminkan citarasa bulukumba. Kue-kue tradisional kan bisa dijual disana, bukan melulu mie instan. Kemudian belum adanya ruko yang menjual cinderamata adalah kesalahan fatal yang sebenarnya mereka tidak tahu. Hanya baju bertulis ‘bulukumba’ yang dijual tidak rapih di sana. Belum lagi dengan kualitas bahan yang kurang baik. So lagi-lagi hal2 kecil seperti ini harus mendapatkan perhatian penuh dari pengambil kebijakan, jangan hanya mementingkan pajak tanpa sentuhan yang baik dan maksimal.
So buat apa bikin promosi wisata kalau hal kecil seperti kebersihan saja tidak becus dikelola dengan baik??jangan bermimpi ingin mendatangkan ratusan wisatawan mancanegara kalau hal keindahan dan sentuhan seni saja tidak bisa diwujudkan?
Semoga tulisan ini menyadarkan pemerintah kalau industri pariwisata bukanlah persoalan main-main, tetapi merupakan program berkelanjutan karena fungsinya yang terus dimanfaatkan oleh masyarakat. Dan semoga bisa menyadarkan orang bulukumba, jangan sampai tanah kelahirannya tidak dirawat maksimal oleh pemerintah periode kali ini.
Masalah lingkungan akan tetap menjadi isu utama pada tahun 2012 ini. Karena dampak yang diberikan oleh aktornya terhadap kehidupan manusia dan kelangsungan ekosistem itu sendiri. Dan kerusakan lingkungan berdampak pada berbagai sektor kehidupan, termasuk pariwisata. Karena lingkungan yang rusak akan memberikan ancaman keamanan bagi wisatawan, keindahan dari objek tersebut yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat karena menurunnya jumlah wisatawan.
Hal itu terjadi pada tanjung bira, sebuah tujuan wisata terkemuka di sulawesi selatan dengan pasir putih yang indah serta panorama alam yang mempesona. Tanjung bira menyajikan keindahan alam yang memikat hati wisatawan lokal maupun mancanegara. Kunjunganku kali ini merupakan yang pertama dan harus menerima kenyataan pahit, banyak sekali sampah laut yang terhampar di sepanjang pantai pasir putihnya. Terdapat banyak sampah botol dan kaleng, sisa rumput, pohon, dan organisme laut yang mati menjadi sampah yang sangat tidak mengenakkan. Merupakan kesan pertama yang tidak menyenangkan di tempat tersebut, meski jalanan masuk yang asri sudah menjanjikan nuansa alam yang indah di pantai itu.
Kamipun menghampiri salah seorang yang berada di pangkal pantai yang merupakan petugas kebersihan dari pantai tanjung bira. Dan wawancarapun berlanjut mengenai kondisi tanjung bira yang kotor. Berdasarkan penuturannya bahwa sampah ini merupakan sampah kiriman dari pulau dan daerah seberang akibat terjadinya angin musim barat. Angin itu berhembus mengarah ke sisi pantai yang mengakibatkan sampah yang berada di tengah laut akan tersapu menuju tanjung bira. Bukan kerusakan lingkungan katanya. Tetapi yang namanya kebersihan merupakan tanggung jawab kita bersama dan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kemudian rumput laut dan karang2 yang hancur yang sedemikian banyak itu tidak mungkin terjadi kalau bukan ulah nelayan yang melakukan pengeboman. Suatu ciri dari masih terjadinya praktik menangkap ikan yang merusak.
Wawancarapun berlanjut, salah satu hal yang menyulitkan mereka karena jumlah tenaga kebersihan yang sangat kurang. Mereka hanya berjumlah 2 orang yang semuanya sudah berumur di atas setengah abad. Yang tidak mampu lagi berbuat maksimal dalam hal kebersihan. Kemudian upah pun tidak seberapa. Bahkan yang sangat parah adalah karena petugas kebersihan ini digaji oleh seorang pemerhati wisata asal daerah tersebut, bukan pemerintah. Sungguh ironis memang, ketika pemerintah menginginkan kotanya berkembang dan objek wisatanya dikenal dimancanegara tetapi tidak diimbangi dengan perawatan dan pembersihan yang maksimal. Yah begitulah jadinya kalau tidak ada perhatian yang cukup. Bahkan petugas kebersihanpun tidak ada. Ditambah lagi kesadaran dari penduduk sekitar yang kurang, karena hanya mereka berdua saja yang rela memungut dan membersihkan sampah di sekitar pantai.
Sungguh disayangkan memang, melihat potensi yang dimiliki daerah tersebut dibanding dengan kinerja pemerintah dan masyarakat sekitar. Padahal ada banyak cara yang bisa dilakukan. Duta pariwisata dara daeng bulukumba bisa mempromosikan dan mengangkat isu ini ke tengah masyarakat agar tidak menjadi pekerjaan tahunan yang berlalu begitu saja. Karena lingkungan yang kotor merupakan tanggung jawab bersama. Selain itu siswa SMA juga bisa diberdayakan dengan melakukan pembersihan pantai secara rutin (sadar wisata). Selain itu perlu juga slogan-slogan yang mengarahkan wisatawan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Dan koordinasi yang baik antara dinas pariwisata dan dinas kebersihan juga patut ditingkatkan mengingat pemerintah tetap menjadi aktor utama dalam pengelolaan kota dan objek wisatanya. serta penyadaran akan penangkapan ikan yang ilegal akan menyebabkan kerusakan pada ekosistem bawah laut dan pantai kepada nelayan perlu diadakan. Jadi hal kecil seperti ini perlunya diperhatikan selain promosi yang memakan banyak biaya.
Selain kebersihan, penataan objek wisata tanjung bira masih perlu mendapatkan perhatian yang serius. Terlebih pada penataan penjual yang berada di pangkal pantai. Pemasangan tiang-tiang, tenda yang semaunya sangat merusak pemandangan. Kayu-kayu dipasang sekenanya saja dan tidak tertata dengan rapi. Kayu-kayu yang hampir rapuh dibairkan begitu saja. Kayu gelondongan ‘diparkir’ begitu saja di tepi pantai. Sungguh tidak terkelola. Jadi sentuhan ‘art’nya sangat kurang. Belum lagi dengan jualan yang harus ditingkatkan seperti menunya. Makanannya harus bervariasi dan kalau bisa mencerminkan citarasa bulukumba. Kue-kue tradisional kan bisa dijual disana, bukan melulu mie instan. Kemudian belum adanya ruko yang menjual cinderamata adalah kesalahan fatal yang sebenarnya mereka tidak tahu. Hanya baju bertulis ‘bulukumba’ yang dijual tidak rapih di sana. Belum lagi dengan kualitas bahan yang kurang baik. So lagi-lagi hal2 kecil seperti ini harus mendapatkan perhatian penuh dari pengambil kebijakan, jangan hanya mementingkan pajak tanpa sentuhan yang baik dan maksimal.
So buat apa bikin promosi wisata kalau hal kecil seperti kebersihan saja tidak becus dikelola dengan baik??jangan bermimpi ingin mendatangkan ratusan wisatawan mancanegara kalau hal keindahan dan sentuhan seni saja tidak bisa diwujudkan?
Semoga tulisan ini menyadarkan pemerintah kalau industri pariwisata bukanlah persoalan main-main, tetapi merupakan program berkelanjutan karena fungsinya yang terus dimanfaatkan oleh masyarakat. Dan semoga bisa menyadarkan orang bulukumba, jangan sampai tanah kelahirannya tidak dirawat maksimal oleh pemerintah periode kali ini.