Jenewa, 30 Januari 2013 – Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu selaku
salah satu calon Direktur Jenderal World Trade Organization yang
dinominasikan oleh Pemerintah Indonesia, telah mendapatkan giliran
untuk memaparkan visi dan misinya di hadapan Sidang General Council WTO
tanggal 29 Januari 2013 pukul 16.30 s.d 18.30 waktu setempat atau
pukul 22.30 – 24.00 (WIB) di Markas Besar WTO di Jenewa, Swiss. Mari
Pangestu mendapatkan gilirian presentasi ketiga di sore hari setelah 2
kandidat lainnya yaitu Mr Alan John Kwadwo Kyerematen dari Ghana dan Ms
Anabel González dari Costa Rica yang masing-masing mendapatkan giliran
presentasi pada pagi dan siang hari.
Di hadapan 157 anggota WTO yang menghadiri sidang, Mari Elka Pangestu
menyampaikan pernyataan yang menyentuh kesamaan kepentingan semua
anggota. Ia mengingatkan bahwa: “Perdagangan adalah pendorong utama
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi global serta menciptakan lapangan
kerja dan mengurangi kemiskinan, dan dalam hal ini WTO merupakan
institusi internasional yang memainkan peran penting dalam memelihara
kepercayaan dalam sebuah sistem perdagangan multilateral yang terbuka,
adil, berbasis aturan dan seimbang.”
Dalam paparannya, Mari melihat 4 tantangan yang harus dihadapi
bersama oleh semua negara anggota WTO, yaitu: 1) Kebutuhan bersama
untuk memastikan bahwa perdagangan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi
dan pencipta lapangan pekerjaan, terutama mengingat ketidakpastian
global. Ini berarti bahwa semua negara mesti terus menjaga kepercayaan
dan komitmen dalam sebuah sistem perdagangan multilateral yang terbuka,
adil, berbasis aturan dan seimbang. 2) Setiap negara tanpa kecuali
menghadapi kenyataan maupun persepsi bahwa proses pembukaan pasar yang
telah terlaksana belum tentu memberikan manfaat setara kepada semua,
baik antar negara atau dalam kelompok, wilayah maupun sektor lain dalam
suatu negara. 3) Dunia telah menjadi tempat yang berbeda dibandingkan
dengan ketika kita mulai mempersiapkan putaran Doha. WTO memiliki lebih
banyak anggota dan negara-negara telah berkembang dengan kecepatan yang
berbeda. Dunia saat ini seperti memiliki mesin pertumbuhan multipolar
dan perbedaan tingkat pembangunan – dari yang perekonomian yang kurang
berkembang sampai dengan yang bangkit dengan cepat (emerging econmies).
4) WTO masih menjadi forum utama untuk negosiasi multilateral, namun
kini masih berusaha untuk menyelesaikan perundingan Doha selama lebih
dari 10 tahun. Sehingga kita masih perlu mencari konsensus, optimisme
dan mengumpulkan dukungan untuk menyelesaikannya dan bagaimana caranya
agar WTO tetap relevan dan kredibel di tengah-tengah perjanjian
bilateral dan regional yang ada.
Untuk menghadapi keempat tantangan bersama tersebut, Mari Pangestu menawarkan 5 solusi sebagai berikut:
1) WTO lebih dari Doha. Dalam hal ini, Dirjen WTO harus melayani
anggotanya, serta berfungsi sebagai penjaga dari sistem perdagangan
multilateral. Kerangka kerja berbasis aturan (rules based) dan proses penyelesaian sengketa (dispute settlement)
WTO telah menguntungkan semua anggota, baik dari perekonomian besar
atau kecil, maju atau berkembang, lemah maupun kuat. Oleh karena itu,
kita harus terus memperkuat kerangka kerja yang berbasis aturan bagi
WTO dan proses penyelesaian sengketa untuk kepentingan semua
anggotanya.
2) Kita harus mengakui bahwa sementara keterbukaan yang lebih besar
telah terbukti menjadi mesin yang luar biasa untuk pertumbuhan ekonomi,
tetapi di lain pihak juga telah menciptakan tantangan-tantangan baru
bagi negara, perusahaan dan manusia di seluruh dunia. WTO harus tetap
menjadi lembaga utama untuk mewujudkan visi perdagangan dan pembangunan
untuk kepentingan kolektif dari semua anggotanya.
3) Kita harus bergerak maju untuk menyelesaikan putaran Doha karena
dampaknya akan tetap positif bagi perekonomian dunia termasuk
negara-negara sedang berkembang, dan merupakan stimulus ekonomi yang
tidak memerlukan pengeluaran dana. Untuk memajukan perundingan kita
harus pragmatis dan bekerja keras untuk menghasilkan hasil awal (early harvest)
saat pertemuan Tingkat Menteri ke-9 di Bali pada bulan Desember, tanpa
melupakan tujuan besar yaitu paket Doha yang lengkap.
4) Proses pembukaan pasar dan integrasi ekonomi yang berkembang
dibawah perjanjian bilateral dan regional adalah langkah yang baik dan
tidak harus merupakan alternatif atau tantangan kepada sistem
multilateral, selama kita berpegang pada prinsip bahwa proses
regionalisme yang konsisten dan bahkan komplementer kepada sistem
multilateral.
5) Bagaimana seharusnya kita dapat lebih baik mengelola WTO sebagai
institusi multilateral. Dalam hal ini, perubahan dan reformasi harus
dilihat sebagai sebuah proses bukan hasil. Bila terpilih menjadi Dirjen
WTO Mari menyatakan akan fokus untuk menjadi manajer yang baik dalam
mengelola sumber daya WTO untuk memastikan bahwa pelayanan pada semua
anggota dapat berjalan optimal. Mari mengibaratkan Dirjen seperti
seorang "Jenderal" dan ia memiliki seluruh tim dan tentara yang efektif
untuk digunakan dalam mendukung pekerjaannya untuk melakukan pelayanan
terbaik bagi anggotanya.
Di akhir paparannya, Mari juga menceritakan secara singkat latar
belakang pendidikan, dan 25 tahun pengalamannya baik di bidang akademik,
lembaga penelitian, pejabat publik dan pemerintahan, organisasi
internasional, negosiasi baik di tingkat bilateral, regional, maupun
multilateral, yang kesemuanya sangat berkaitan dengan perdagangan
internasional. Mari Pangestu juga menegaskan bahwa Indonesia sebagai emerging nation
telah selalu menyumbang di fora global sebagai anggota G20 dan di forum
WTO sebagai koordinator G33 dan anggota di G20, Cairns Group, NAMA 11
dan Green Room. Dengan pengalaman sebagai negotiator dan koordinator
G33 dan pengalaman di ASEAN, yang harus menjembatani negara dengan
tingkat pembangunan yang berbeda dan posisi yang sangat bervariasi, Mari
Pangestu siap menyumbang kepada lembaga WTO sebagai Direktur Jenderal
yang akan bekerja keras sebagai jembatan antara 157 anggota dalam
mencari konsensus yang win-win dan menjaga kepercayaan terhadap
WTO sebagai lembaga yang akan menjaga sistem perdagangan multilateral
yang terbuka, adil, inklusif, berimbang dan berdasarkan aturan.
Sumber: http://www.budpar.go.id/asp/detil.asp?id=2061
Tidak ada komentar:
Posting Komentar